Cerpen ini aku buat bersama temanku-Zerry untuk mengikuti lomba cerpen duet yang diadain oleh salah satu penerbit.
CINTA TERAKHIR PHP
Cerita
ini tentang seorang cowok yang bernama Revan. Ia ini bisa disebut paling ganteng di
sekolahnya, tapi karena
kegantengannya inilah yang membuat banyak wanita patah hati karenanya. Saking banyak
korban yang patah hati, mungkin kini sudah tak terhitung berapa wanita yang ia
permainkan. Perhatian dan gombalan yang selalu Revan berikan untuk taklukkan
korban-korbannya.
Suatu
ketika kelas Revan kedatangan murid baru dari Bandung yang bernama Reyna. Pandangan
pertama membuat Revan memiliki ide gila.
”Ini
korban selanjutnya.”ucap Revan dalam hatinya.
Karena terlihat cantik,
putih nan anggun, namun Reyna terlihat judes dan cuek orangnya. Terlihat
dari cara ia memandang orang yang sedang memperhatikannya.
“Nama
saya Reyna.
saya pindahan dari SMA 1 Bandung.”
“Yah
sudah Reyna. Sekarang kamu cari kursi
kosong. Dan buat yang mau
kenalan selanjutnya, nanti saja yah. Bapak gak mau kalian ribut saat pelajaran
bapak.”
Revan
pun memulai aksinya. Pandangannya tak lepas menatap Reyna yang duduk tak jauh
dari kursinya. Sedangkan
Reyna terlihat cuek menanggapi semua itu.
“Kring … kring ….”
Terdengar
bel istirahat berbunyi, semua murid pun berhamburan keluar kelas. Sedangkan Reyna hanya duduk diam di kursinya. Mungkin karena ia tak tahu letak kantinnya atau
karena memang belum ada teman
yang mau mengajaknya ke kantin.
Melihat kesempatan emas
seperti ini, Revan segera menghampirinya dan
mengajak berkenalan. Tetapi hanya senyum getir yang Revan dapatkan
ketika menyapa Reyna. Ia
pun tak menyerah sampai situ saja, Revan terus mengenalkan diri dan berbicara
panjang lebar kepada Reyna.
“Dari
pada kamu ngomong panjang lebar kayak
tukang obat dipinggir jalan. Mending
kamu keluar sana.
Gak penting omongan kamu
tahu!”
“Yes,
satu poin sudah aku dapat. Makasih
ya,” Revan
pun lantas pergi meninggalkan Reyna sendiri didalam kelas, sedangkan Reyna
masih duduk manis sembari
membaca-baca novel yang ia bawanya. Lalu masuklah beberapa wanita dan
menghampiri Reyna untuk berkenalan dan mengobrol dengannya. Mereka pun memperingati
kepada Reyna agar tak dekat dengan cowok yang bernama Revan. Menurut meerka, Revan itu adalah
playboy cap nyamuk, yang suka nempel sana-sini tapi gak bertanggung jawab atas
sakit yang ia berikan. Hampir satu kelas ini, cewek-ceweknya menjadi korbannya.
Paling lama hubungan cinta itu 1 minggu dan bodohnya lagi, mereka itu tak
menyadari kalau terkena tipu dayanya.
“Kok
sampai segitunya. Kan kalian
tahu kalau dia itu gak
benar kenapa masih kena.”
“Yah
itu bodohnya kita-kita, Dia
itu orangnya ganteng, romantis, selalu perhatian dan kita itu bagaikan permaisuri
dibuatnya ketika dekat dia.”
“Udah
deh Vi jangan memuji sampai segitunya. Tapi kan setelah kita terbang tinggi,
baru deh kita dilempar dan jatuh terhempas ke bumi. Rasanya tuh sakit banget
tahu Rey.” Ucap
salah satu teman mereka
yang merasakan sakit hati karena
Revan tersebut.
Saat
mereka asyik berkenalan dan
berbincang, tiba-tiba Revan masuk
kedalam kelas tersebut. Mereka pun serentak diam
tak ada yang berbicara, matannya memandang
tajam ke arah
Revan yang menuju kursinya. Seperti
tanpa dosa Revan tak merasa ada yang aneh dengan semua itu, sikapnnya pun biasa
saja dan seakan tak pernah
terjadi apa-apa dengannya.
***
Waktu pun berlalu begitu
cepat. Jam pelajaran terakhir
sudah selesai. Kini
mereka semua harus bergegas untuk pulang kerumahnnya masing-masing. Tetapi
telihat wajah bingung bercampur panik diwajah Reyna, karena tak ada yang
menjemputnya untuk pulang ke rumahnya. Angkot yang menuju
rumahnya pun, ia
tak tahu sama sakali. Hanya
berdiri di depan
gerbang sekolahnya sembari menelpon ayah dan ibunya agar menjemputnya. Tapi karena ayahnya sedang
bekerja dan ibunya pun sedang sibuk membereskan rumah yang masih berantakan, mereka pun tak bisa untuk
menjemput Reyna di sekolahnya.
Hanya alamat yang tak tahu
dimana letaknya kini ia pegang untuk petunjuk pulang kerumahnya.
Brum ... brum ...
Suara motor ninja merah memecahkan
kebingungan Reyna yang tak lain milik Revan. Kini motor itu berada disebelah
Reyna dan memaksanya untuk menutup telinga. Revan yang melihat reaksi Reyna
segera mematikan suara motornya. Bagi Revan ini adalah kesempatan kesekian kali
yang didapatkannya. Sesuai semboyan Revan: Maju terus pantang mundur.
“Belum pulang, Rey?” sapa Revan sok
basa basi yang aslinya emang basi.
Tapi Reyna hanya menoleh sebentar ke
arah Revan tanpa menjawab pertanyaannya lalu balik menatap jalan. Sejak awal
masuk sekolah ini, Reyna sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tak mudah
terbujuk perhatian cowok. Reyna tahu kalau semua itu hanya tipuan belaka.
Memberi angan-angan lalu menghepaskannya seperti cowok-cowok yang selama ini
mendekati Reyna. Mereka hanya senang mengumbar janji, menebar harapan namun
setelah cewek yang diincarnya mulai terlena dengannya mereka kemudian pergi
begitu saja merasa menang.
Ini juga alasan kenapa Reyna pindah sekolah selain
mengikuti kemauan sang ayah yang dipindah tugaskan ke Jakarta. Reyna ingin menutup dalam-dalam kenangan pahit. Reyna
tak ingin mengulang kesalahan yang sama. Terjebak oleh rayuan cowok yang menjadikannya
ratu semalam.
Datanglah sebuah taxi berwarna biru, Reyna segera
menghadangnya dan masuk ke dalam taxi tersebut. Revan dibuat bengong dengan
sikap tak acuh dari Reyna. Baru kali ini dia gagal mengajak cewek berboncengan
dengannya. Semasa pengalamannya tak ada satu pun cewek yang tak ingin
diboncengnya. Tapi kegagalan ini malah semakin membuat Revan penasaran dan akan
terus mengejar Reyna sampai dapat.
Malam hari, Revan merenungkan strategi apa untuk
menaklukkan Reyna. Tapi sampai dini hari, Revan tak menemukan satu ide pun.
"Sial. Gimana ya, caranya mendapat simpati dari
Reyna."
"Aha ...." Tiba-tiba kepala Revan muncul tanda
lampu, itu artinya Revan mendapatkan ide cermelang. Kemudian Revan memencet
nomor di hapenya.
"Tit ... tut... tit... tut ...." Kira-kira
begitulah bunyi hape Revan.
"Hay brow. Gue butuh bantuan loe nih."
Dengan gaya sok serius, Revan manggut-manggut seperti
orang yang mengerti bahasa manusia.
"Ok. Thanks brow. Gue akan lakuin apa yang loe
katakan. Trima kasih, brow."
Akhirnya malam ini Revan bisa tidur dengan nyenyak. Besok
Revan akan memulai aksinya.
"Reyna, kamu pasti akan jadi milikku." Guman
Revan.
***
Keesokan
harinya sikap Revan kepada Reyna sangatlah berbeda. Ia seakan bukan Revan yang dulu, yang sok
ganteng dan sok keren. Saat di kelaspun
ia hanya diam saja tanpa menyapa atau menggoda teman wanita yang berada
dikelasnnya. Sikapnya yang berbeda itu, mengundang perbincangan hangat
dikalangan mantan-mantannya yang selalu memperhatikan perkembangan Revan.
“Lihat
deh, Revan kok tumben yah gak bawel dan gak sok ganteng lagi.”
“Ahh
…, palingan lagi ada
maksud tertentu.”
“Tapi
beda loh, gak kaya dulu.”
“Kalian
tuh sebenarnya masih suka yah, sama Revan itu.?” tanya Reyna kepada taeman-temannya yang
sedang menggosipkan Revan. Dengan
kompak dan layaknya sedang lomba paduan suara mereka pun menjawab.
“
Tidakkk ….”
Tiba-tiba
saja mereka semua terdiam
sejenak, ketika Revan berjalan melintasi mereka
semua. Terasa hening dan sepi kelas tersebut, hanya terdengar detak jantung dari para mantan, yang berdetak kencang
melihat ketampanan sang pujaan melintasinya. Revan pun berlalu begitu saja,
tanpa ada senyum manis dari bibirnya. Ia meninggalkan kelas untuk bertemu
temannya yang berada di kelas
sebelah, karena
ia akan menanyakan kembali rencana yang akan dibuat untuk menyatakan cintanya kepada
Reyna.
Disaat
meerka merencanakan hal
yang sangat rahasia tersebut, ternyata tanpa sepengetahuan mereka berdua, ada teman Reyna
mendengar rencana mereka. Lalu teman
Reyna pun langsung memberitahu kabar tersebut kepada
Reyna.
***
Saat
pelajaran terakhir. Mereka
semua harus menuju lapangan untuk pelajaran olahraga. Tetapi sebelum menuju
lapangan bersama yang lainnya, Reyna mendapatkan surat yang tak ada nama
pengirimnya dan ia harus menemui orang tersebut dibelakang sekolah. Reyna pun
lantas tak langsung menemui orang tersebut, tapi ia segera memberi tahu
kepada guru olahraganya, kalau Revan bolos untuk mengikuti kelas olahraga dan saat ini
berada dibelakang sekolah.
Mendapat
laporan dari Reyna, guru tersebut beserta teman-taman Reyna menuju belakang
sekolah untuk melihat kebenarannya. Terlihat Revan yang sedang duduk santai sembari
mendengarkan lagu dari ponselnya. Lalu Revan pun terkejut, melihat temannya dan
guru olahraganya kini ada dihadapannya. Dengan wajah pasrah, Revan mengikuti
guru tersebut untuk menerima hukuman. Sedangkan Reyna hanya terdiam melihat
tulisan,“ I LOVE REYNA,“ yang berada di dinding belakang sekolah.
Revan
terkena hukuman yang berat atas kelakuannya tersebut, Ia harus membersihkan wc
sekolah dan dinding yang sudah ia corat-coretnya. Melihat Revan mendapat
hukuman seperti itu, Reyna merasa bersalah pada dirinya sendiri dan karena Reynalah Revan terkena
hukuman seperti itu.
***
Libur hari minggu pun Reyna masih terganggu
dengan perasaan bersalahnya. Ia
merasa harus meminta maaf kepadanya. Tapi ia tak tahu nomor HP Revan dan ia pun
tak tahu dimana rumah Revan.
Dalam pikirannya Reyna tak bisa tenang sebelum ia meminta maaf kepada Revan. Lalu ia pun
bertujuan untuk meminta maaf pada esok hari sewaktu disekolah. Karena memikirkan
masalahnya dengan revan. Reyna pun hampir terlambat untuk pergi ke sekolahnya, ia bergegas
berangkat dengan
terburu-buru, tanpa sarapan terlebih dahulu.
“
Untunglah tidak
terlambat,” ucapnya saat di depan gerbang dan melihat
yang lain sudah berbaris rapi untuk upacara bendera. Lalu ia menuju kelas untuk
menyimpan tasnya dan segera kembali ke lapangan.
Saat
upacara berlangsung dan pemimpin upacara memasuki lapangan. Reyna
dan teman-temannya sangat terkejut melihat Revan menjadi pemimpin upacara.
Dengan sikap gagah dan kegantengannya Revan menjadi pusat perhatian bagi gadis-gadis di lapangan tersebut. Upacara
bendera pun akan segera usai, kini Revan harus memberikan laporan kepada pembina upacara untuk
membubarkan barisan. Dengan suaranya yang lantang ditengah lapangan tersebut Revan
berkata, “Kepada Reyna kelas 2a. Aku sayang dan cinta
kepada kamu, aku akan setia dan bersungguh-sungguh ingin menjadi pacar kamu. Maukah
kamu menerima aku ini?”
Seketika semua pandangan mengarah
pada Reyna, ada yang menatap dengan tatapan heran, senang bahkan ada yang
merasa iri. Suara bisik-bisik dari semua murid membuat suasana upacara menjadi
ramai. Guru-guru pun tak ketinggalan membicarakan aksi ekstrim Revan, terutama
Pak Hendro, guru bimbingan konseling yang sudah siap memberi hukuman pada
Revan. Kepala sekolah pun terlihat geram dengan ulah Revan yang tak hanya
sekali ini dia lakukan.
Reyna tertunduk malu, perbuatan
Revan telah melukai hatinya. Reyna tak percaya kalau Revan tega melakukan ini
di depan teman-temannya bahkan guru dan kepala sekolah. Reyna tak peduli dengan
ucapan Revan yang sangat mencintainya, yang Reyna tahu, Revan telah
mempermalukannya. Sangat memalukan.
Reyna pergi meninggalkan lapangan
upacara, berlari sambil menahan tangis. Ingin rasanya Reyna lenyap dari tempat
itu, menghilang entah kemana. Sudah tak ada muka Reyna berada di sana. Reyna
sangat terpukul. Belum genap satu semester Reyna bersekolah di sana tapi
kejadian ini membuat Reyna ingin keluar dari sekolah ini. Sungguh tak ada nyali
Reyna untuk bertemu dengan seisi sekolah ini.
Sementara itu, Revan telah mendapat hukuman dari sekolah,
yaitu selesai upacara berlari mengelilingi lapangan sekolah sebanyak seratus
kali lalu selama dua minggu harus membersihkan tolilet serta mushola.
“Gila kamu Van! Kalau tahu jadinya begini, aku gak akan
bantu kamu, Van.” Jelas Roni, teman sekelas Revan yang membantu agar Revan bisa
menjadi pemimpin upacara.
“He ... he ... he ....” Revan tertawa kecil.
“Yeee, malah tertawa. Kamu senang ya dapat hukuman?”
sahut Roni.
“Oh ya, awas ya. Kalau sampai aku kena hukuman juga.”
Lanjut Roni sambil mengancam Revan.
“Tenang saja, Ron. Aku gak akan bawa-bawa kamu ke
masalahku.” Janji Revan.
***
Semenjak kejadian memalukan itu Reyna sudah dua hari tak
masuk sekolah dan tak ada yang tahu bagaimana kabar Reyna. Teman-teman Reyna
pun tak tahu keberadaan Reyna. Revan yang tahu akan hal itu menjadi gelisah,
hatinya semakin tak tenang. Baru kali ini Revan merasakan hal ini. Revan merasa
sangat bersalah tapi Revan tak tahu harus berbuat apa. Revan tak punya nomor
telepon Reyna bahkan alamat rumahnya pun Revan tak tahu. Revan sudah berusaha
bertanya pada teman-temannya tapi tak ada yang memberitahunya.
“Mei, kamu kan teman sebangkunya Reyna. Kamu pasti tahu
dong dimana alamat rumahnya Reyna?”
Kali itu Revan bertanya pada Mei saat istirahat sekolah.
“Buat apa kamu minta alamat Reyna? Mau kamu permalukan
lagi?” jawab Mei dengan sewot.
“Bukan itu maksudku. Justru aku ingin minta maaf pada
Reyna, makanya aku minta alamat rumahnya padamu. Ayolah, aku mohon. Bantu aku.”
Revan mengiba pada Mei agar Mei bersedia memberi alamat
rumah Reyna, tapi sebaliknya Mei tak mempedulikan rengekan Revan.
“Maaf Van. Aku gak bisa kasih alamat rumah Reyna. Aku
sudah janji dengannya.” Mei pergi meninggalkan Revan terdiam terpaku di ruang
kelas.
“Kemana lagi aku harus bertanya. Sedangkan Mei
satu-satunya teman dekat Reyna.” Guman Revan
Ditengah kegalauan Revan, tiba-tiba Revan seperti
mendapat pangsit eh wangsit, kemana dia harus bertanya. Dengan senyum
kesenangan Revan melangkah keluar kelas. Revan yakin tak akan mengecewakan Reyna
lagi sekarang, besok atau selamanya.
***
Keesokan
harinya, ketika Revan berangkat
kesekolah, Revan pun bertanya kepada wali kelasnya, karena wali kelasnya pasti
tahu dimana alamat Reyna
dan ia pun menjelaskan kepada guru tersebut kalau ia ingin meminta maaf kepada
Reyna. Usahanya pun kini tak sia-sia,
karena ia mendapatkan
alamat itu dengan gampang sekali dan guru tersebut pun memesan kalau bisa Reyna
harus masuk sekolah lagi. Sepulang sekolah, Revan pun menuju alamat yang
diberikan oleh gurunya. Terlihat rumah yang mewah dengan halaman yang luas dan
rumah itu dijaga oleh 2 satpam sekaligus. Revan pun menghampiri rumah tersebut
dan bertannya kepada satpam.
“
Maaf pak apa benar ini
rumah Reyna.?”
“
Oh iya benar. Adik ini siapanya Reyna
ya.”
“Aku teman sekolahnya pak. Bisa bertemu dengan Reynanya
gak pak?”
Lalu
satpam itu membukakan pintu gerbang tersebut. Revan pun mengikuti satpam
tersebut dengan menggunakan sepeda motornya.
“Tunggu
sebentar ya dik, Saya
panggilkan dulu.”
Revan
pun menunggu Reyna di depan
pintu rumahnya. Lama ia menunggu, tapi Reyna tak kunjung datang menemuinya.
Pikiran tak akan ditemui Reyna pun muncul, karena satpam dan Reyna tak juga ada
dihadapanya. Lalu tiba-tiba satpam itu kembali, tapi ia tak bersama Reyna. Melainkan ibu Reyna.
“Maaf
ya dik. Reyna gak bisa bertemu dengan siapa-siapa.”
“Hmm
…. Kenapa tante? Saya Cuma
mau minta maaf kepada Reyna tante.”
“Reyna
sedang sakit dan gak bisa diganggu.”
“Yah
udah deh kalau kayak
gitu. Tapi kalau bisa, besok Reyna
harus masuk sekolah tante, soalnya ada pelajaran dari wali kelasnnya tante.”
Revan pun harus kembali ke rumahnnya
tanpa dapat maaf dari Reyna. Tapi ketika
Revan ingin meniggalkan rumah itu, Revan melihat Reyna berada dilantai dua dan bersembunyi
melihat Revan yang sedang menyalakan motornya. Revan pun terus memandang ke arah jendela tersebut,
tapi lama kelamaan bayangan itu menghilang dari pandangannnya dan Revan pun
segera meningglkan rumah tersebut.
***
Dengan
wajah lusuh tanpa semangat Revan pun berangkat ke sekolahnya. Ia
tak bisa membawa berita baik untuk guru dan teman-temannya. Hanya memberi tahu kabar kalau Reyna
sakit dan tak akan bisa bersekolah. Teman dan wali kelas pun bersepakat akan
menjenguk Reyna sepulang sekolah nanti, tapi saat pelajaran jam pertama akan
dimulai, Reyna
datang dan masuk kekelas tersebut. Seisi kelas pun heran dengan kabar yang diberikan
Revan kalau Reyna sakit dan ternyata Reyna dalam keadaan baik-baik saja. Wali kelas pun geram
dengan kelakuan Revan
lagi, ia menghukum Revan tak ikut pelajarannya dan Revan harus berdiri di depan kelas dengan
mengangkat kaki satu dan menjewer kupingnnya sendiri.
Meski
pun Revan mendapat hukuman dengan kabar bohongnya, tapi Revan terlihat senang
karena dapat melihat Reyna
lagi. Saat waktu istirahat tiba, Revan berniat
ingin meminta maaf kepada Reyna. Ia pun bersujud dan meminta maaaf kepada Reyna yang sedang
duduk dikursinya, tapi semua itu seakan sia-sia, karena Reyna tak merespon
permintaan
maaf dari Revan tersebut.
“Rey, maafkan aku ya.”
“Kamu
masih belum puas, mempermalukan aku!”
“Aku
akan terus meminta maaf kepada kamu, sebelum kamu maafkan aku Re.”
“Ya
itu sih urusan kamu. Tapi
aku belum bisa maafkan kamu.”
Reyna
pun pergi meninggalkan Revan yang sedang sujud meminta maaf kepadannya. Perasaan bersalah Revan masih saja membuat
dirinya tak tenang, ia harus cari cara lain agar Reyna memaafkannya dan
menerima cintannya. Lagi-lagi ia harus meminta bantuan dari Roni, karena hal ini harus ada
bantuan dari temannya tersebut. Ya, walaupun Roni awalnya
menolak membantunya, tapi dengan rengekan dan wajah melasnya Revan, Roni pun akan ikuti permainan dari Revan.
Karena 2 minggu lagi akan
diadakan pensi, Revan pun berniat ingin jalankan rencananya tersebut, disaat
acara pensi. Hampir setiap jam istirahat, Revan jarang berada dikelasnya. Sikap
tersebut menimbulkan pertanyaan besar bagi Reyna, karena setelah penolakan
maafnya, Revan jadi berubah dan jarang terlihat berkumpul bersama teman-teman
yang lainnya. Reyna pun dengan diam-diam sering bertanya dan mencari informasi
kepada teman-temannya tentang sikap Revan yang berubah seperti itu, tapi semua
temannya tak tahu
dengan sikapnya Revan yang sekarang berubah sangat drastis.
Saat
2 hari sebelum pensi. Revan tak pernah
masuk sekolah, kini giliran Reyna yang dibuat merasa kehilangan Revan. Perasaan
benci pun kini berganti menjadi rindu. Rasa cinta yang sudah lama tak pernah ada dihatinya, kini
kembali bersemi..
***
Hari
perpisahan sekolah pun tiba, hampir seluruh murid sekolah berkumpul di aula
sekolah dan mereka pun satu persatu menampilkan kreasi dan aksinya di panggung pensi tersebut.
Lalu tiba-tiba saja ada yang membuat orang-orang di sana heboh, ketika
sosok Revan menaiki panggung. Revan kini bagaikan artis di sekolahnya, setelah
beberapa aksi gilanya yang membuat gempar 1 sekolah.
“Saya
berdiri disini, bukan mau menampilkan sesuatu yang membuat kalian kagum atau
sebagainya. Tapi saya akan menampilkan film dokumenter yang saya buat bersama teman
saya.”
Revan
pun mulai memutar film tersebut. Ruang aula yang ramai pun kini menjadi
hening. Terlihat Revan yang berada
didalam film tersebut mendatangi satu persatu mantannya untuk meminta maaf. Mantannya pun diharuskan menandatangani kaos
berwarna putih yang sudah dibawa oleh Revan. Meski pun Revan harus berusaha
keras untuk memintanya. Revan
pun terlihat dikerjai dan dapat hukuman dari mantannya, sebelum mereka
menandatangani kaosnya. Tak lama
kemudian film dokumenter
tersebut selesai. Lalu
Revan membuka sweter yang dipakainya dan terlihat kaos yang penuh dengan tanda
tangan mantan-mantannya tersebut.
“Ini
adalah bukti saya benar-benar minta maaf kepada kalian semua dan saya gak akan
pernah mau melakukan hal
bodoh lagi dalam hidup saya . Saya ingin ini adalah yang terakhir.”
Revan
pun membalikkan badannya dan membuka kaos putih yang penuh tanda tangan
tersebut. Setelah membukanya ia membuang bajunya dan membalikkan badannya. Ternyata ia memakai kaos
putih rangkap dua
dan kaos tersebut bertuliskan “ I LOVE REYNA”.
Revan
pun berkata:
“Masa lalu biarlah
menjadi kenangan dan masa depan biarlah menjadi
tujuan. Hanya 1 orang yang belum
memaafkan diriku, hanya 1 orang yang benar-benar ada di hati ini dan hanya 1
oranglah yang pantas mendampingi diriku selamanya. Dan namanya ada dikaos ini
. I LOVE REYNA.”
Kini Reyna menyadari keseriusan Revan melalui video dokumenter
yang Revan tayangkan. Hati Reyna kembali bersinar yang selama ini tertutup debu
pengharapan palsu dari cowok-cowok yang mendekatinya. Tak kuasa Reyna untuk tak
mengatakan tidak pada Revan. Reyna sangat yakin akan keputusannya ini.
Dengan langkah penuh kepastian Reyna menghampiri Revan
yang masih setia menunggu jawaban darinya. Di atas panggung inilah Reyna
mengatakannya.
“Aku berada di sini bukan karena terharu akan video yang
kamu tampilkan. Aku di sini hanya untuk minta maaf.”
Revan terlihat terkejut dengan ucapan Reyna. Dan penonton
pun dibuat tak bersuara. Semua seakan terhipnotis dengan kata-kata Reyna. Lalu
Reyna melanjutkan bicaranya.
“Aku minta maaf karena selama ini aku tak menyadari
kesungguhan cinta kamu. Dan ....”
Lagi-lagi Revan serta penonton dibuat deg-degan. Semua
menanti setiap kata yang keluar dari mulut Reyna.
“Dan aku minta maaf kalau aku tak mungkin tak akan
mendampingimu.”
Seketika suasana menjadi ramai, sorak sorai dari penonton
memenuhi acara pensi tersebut. Tepuk tangan bersahut-sahutan, teriakan-teriakan
“yeee” kompak terlontar dari penonton, diselingi suara siul menggoda, serta
ucapan selamat kepada Revan dan Reyna. Mereka berdua saling berpelukan seakan
dunia hanya milik berdua sedangkan yang lain kontrak. Inilah akhir perjalanan
Revan sang PHP.
***
Biodata
Penulis
Nama Yohanes Zerivica Prawoto yang sering dipanggil
Vicha. Tinggal di Desa Cempaka Blok Pejanten Kidul No. 38, Rt.01/Rw.04,
Kec.Plumbon, Kab.Cirebon 45155. Twitter @zerryvicha. Blog: zerryvicha.blogspot.com. Email:
zerry.vicha@yahoo.com
Sischa R.W. Lahir dan besar di Surabaya.
Saat ini berstatus mahasiswa di Surabaya. Beberapa karyanya segera terbit dalam
sebuah antologi yang telah dimenangkan. Kini penulis terus mengasah
kemampuannya dengan mengikuti beberapa lomba kepenulisan.