Hidup ini adalah pilihan. Hampir setiap apa yang
kita lakukan adalah pilihan diri kita sendiri. Kita sering menyangkal bahwa
kita tak punya pilihan. Padahal jika kita memikirkannya lebih dalam lagi masih
banyak pilihan yang bisa kita pilih. Tapi apa benar ini adalah pilihan Lastri,
memilih untuk menjadi seorang TKI. Menggangtungkan hidupnya di negeri orang.
Meninggalkan anak semata wayangnya, Ani.
“Lastri sudah gak punya pilihan lagi, Bu. Lastri
harus kerja buat masa depan Ani. Lagipula mas Antok sudah cacat dan gak bisa
bekerja lagi setelah kecelakaan itu.”
Lastri hanya ingin ibunya mengerti bahwa beban
ekonomi yang ditanggungnya cukup berat. Membesarkan anak seorang diri, merawat
suami yang sakit, serta menanggung biaya hidup kedua orang tua dan
adik-adiknya.
Namun sekarang Lastri punya pilihan. Pilihan yang
akan menentukan hidupnya. Tidak. Tapi hidup semua keluarganya. Pilihan yang akan
membawa ke kehidupan yang berbeda. Kehidupan dimana hanya ada kebahagiaan tanpa
penderitaan, menurut Lastri.
Yuni, teman Lastri, sesama TKI mencoba menyadarkan
Lastri bahwa masih ada orang yang membutuhkan dirinya, menyayanginya, dan
menunggunya pulang. Selama Lastri bekerja di rumah majikannya tak pernah sekali
pun Lastri digaji bahkan jika Lastri menanyakan perihal gajinya, justru siksaan
yang didapatkan. Memilih untuk memilih, membutuhkan sebuah tekad dan keyakinan
yang kuat. Dan Lastri sudah bertekad dengan keputusannya.
Semenjak itu, Yuni semakin jarang bertemu dengan
Lastri yang kebetulan rumah majikan mereka berdekatan. Ada kegelisahan di hati
Yuni, takut hal-hal yang tak diinginkan telah menimpa Lastri. Satu hari dua
hari telah berlalu tanpa kabar dari Lastri. Yuni semakin bingung. Yuni mencoba
mencari informasi pada sesama TKI tapi hasilnya nihil.
***
Lastri mengemasi semua barang-barangnya mencari
waktu yang tepat untuk pergi dari rumah terkutuk itu. Rumah yang selama dua
tahun Lastri bersihkan, Lastri rawat dan juga rumah yang membawa petaka bagi
Lastri harus ditinggalkannya. Dengan hati-hati Lastri menyusuri lorong rumah
majikannya. Sepi. Ternyata mereka semua belum pulang dari pesta. Ini
kesempatan, batin Lastri. Namun saat Lastri mau melewati gerbang rumah itu,
Lastri bertemu dengan majikannya. Tampak majikannya dalam keadaan mabuk berat.
“Hei Lasrti. Mau kemana kamu? Kenapa kamu bawa
barang-barang banyak seperti itu?”
Lastri yang ketakutkan mencoba mencari alasan agar
majikannya tak memarahinya dan tak mengetahui maksud kepergian Lastri.
“Eh, anu Tuan Nyonya. Lastri mau buang sampah ini ke
depan.”
Lastri tahu kebohongannya ini tak masuk akal,
bagaimana mungkin sebuah sampah dibungkus dengan tas baju dan koper. Tapi
sepertinya majikan Lastri sedang bergembira malam itu karena membiarkan Lastri
pergi begitu saja. Ah, ada kelegaan di hati Lastri. Lastri lolos dari rumah
itu. Tapi semua itu hanya sesaat. Lastri tak tahu harus kemana. Lastri hanya
ingin pulang.
“Tak mungkin aku minta bantuan Bu Candra, orang yang
membawaku ke sini. Usahanya ilegal. Dan aku tahu yang dia kejar hanya uang dan
uang. Kalau aku ke sana, aku bisa dibawa kembali ke sini.”
Ditengah kebimbangan Lastri ada seorang wanita ingin
membantunya. Wanita tersebut memperkenalkan diri sebagai mami Yuke. Mami Yuke
terlihat sangat baik, memberikan tumpangan tempat tinggal untuk Lastri bahkan
akan membiayai semua kebutuhan Lastri. Kembali Lastri di hadapkan pada sebuah
pilihan, menolak atau menerima bantuan mami Yuke.
***
Kini semua sudah terlambat. Lastri menyesali pilihannya.
Pilihan yang membawanya ke kesengsaraan yang lebih. Bagai keluar dari mulut
harimau dan masuk ke mulut singa. Alih-alih ingin membantu, mami Yuke ternyata
memperjualkan Lastri kepada lelaki hidung belang yang hanya ingin menikmati
kemolekan tubuh Lastri.
Ada kalanya saat kita merasa terperangkap, masuk
dalam jepitan kehidupan. Ada baiknya kita mempertanyakan: “Apa yang harus kita
lakukan agar kita mendapatkan kehidupan yang kita inginkan? Bagaimana caranya
ke sana? Dan apa resikonya?”
Itulah yang Lastri pikirkan saat itu. Lastri pernah
mencoba kabur dari sangkar emas itu tapi gagal. Lastri ketahuan saat akan
memanjat jendela kamarnya dan membuat mami Yuke dan orang suruhannya menjaga
Lastri lebih ketat lagi.
“Sudahlah Lastri. Turuti saja apa kata Mami dan Mami
tak akan mengurungmu lagi. Kamu akan dapat uang banyak.”
“Ingat Lastri. Kamu sekarang di negeri orang tak ada
yang bisa bantu kamu. Lagipula apa susahnya sih, kamu tinggal melayani mereka
dan kamu akan dapat uang yang banyak.”
Kesekian kalinya mami Yuke memaksa Lastri untuk
melakukan maksiat itu. Dan Lastri tetap pada pendiriannya untuk tak
melakukannya.
“Aku lebih baik mati daripada aku harus menjadi
pelacur.”
“Hah! Sok suci kamu Lastri. Memangnya kalau kamu
mati, kamu bakal kaya. Ha ... ha ... ha ....”
Lastri tak peduli dengan ucapan mami Yuke, bagi
Lastri kehormatannya adalah harta baginya dan akan dijaganya sampai akhir
hayat.
“Lihat saja. Besok pasti kamu akan memohon-mohon
padaku agar kamu bisa tidur dengan mereka.”
Mami Yuke keluar meninggalkan Lastri sendiri di kamar
dalam keadaan tangan terikat. Sudah hampir dua hari Lastri terkurung. Ini
membuat Lastri harus berpikir keras agar bisa keluar. Seketika terbesit dalam
pikiran Lastri untuk melakukan hal itu. Benda itu pasti bisa membantuku keluar
dari sini, pikir Lastri.
Dengan sekuat tenaga Lastri melompat-lompat
mendekati benda itu dan menggeser benda itu hingga terjatuh. Kemudian Lastri
mengambil benda itu dengan kedua kakinya. Lastri menghadapkan muka benda itu ke
arahnya.
***
Sementara itu, Yuni masih terus
mencari informasi tentang temannya, Lastri. Tiap hari Yuni mencari kabar entah
dari sesama TKI, radio, maupun koran. Hingga pagi tadi Yuni membaca sebuah
koran yang memberitakan sebuah kejadian mengerikan hingga membuat Yuni lemas
tak mempercayainya. Di koran itu terpampang tulisan besar berjudul: “Seorang
warga Indonesia ditemukan tewas di tempat pelacuran. Dan seorang wanita telah
ditangkap polisi karena memperjual belikan wanita penghibur.”
Dari keterangan yang dibaca Yuni
bahwa warga Indonesia yang dimaksud adalah temannya, Lastri, serta foto yang
ada dalam koran itu jelas wajah milik Lastri. Lastri dinyatakan tewas di tempat
ketika melakukan aksi bunuh diri dengan menjatuhkan dirinya ke lantai dimana di
lantai tersebut terdapat pisau yang bagian tajamnya mengarah ke tubuh Lastri.
Hingga saat itu, polisi masih mencari keterangan lain dalam kasus tersebut.
Kini penderitaan Lastri benar-benar
berakhir seperti apa yang diinginkannya. Dan kematiaan menjadi pilihan Lastri
untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan resiko kehilangan semua
orang-orang yang disayanginya di dunia ini. Namun apakah benar penderitaan
Lastri sudah berakhir. Hanya Tuhanlah yang tahu semua itu.
***
0 komentar:
Posting Komentar