Jumat, 04 Oktober 2013

Cerpen Tentang TKI #2: ( BUKAN ) PILIHAN LASTRI

Diposting oleh Sischa Rinnanda Wibandari di Jumat, Oktober 04, 2013



Hidup ini adalah pilihan. Hampir setiap apa yang kita lakukan adalah pilihan diri kita sendiri. Kita sering menyangkal bahwa kita tak punya pilihan. Padahal jika kita memikirkannya lebih dalam lagi masih banyak pilihan yang bisa kita pilih. Tapi apa benar ini adalah pilihan Lastri, memilih untuk menjadi seorang TKI. Menggangtungkan hidupnya di negeri orang. Meninggalkan anak semata wayangnya, Ani.

“Lastri sudah gak punya pilihan lagi, Bu. Lastri harus kerja buat masa depan Ani. Lagipula mas Antok sudah cacat dan gak bisa bekerja lagi setelah kecelakaan itu.”

Lastri hanya ingin ibunya mengerti bahwa beban ekonomi yang ditanggungnya cukup berat. Membesarkan anak seorang diri, merawat suami yang sakit, serta menanggung biaya hidup kedua orang tua dan adik-adiknya.

Namun sekarang Lastri punya pilihan. Pilihan yang akan menentukan hidupnya. Tidak. Tapi hidup semua keluarganya. Pilihan yang akan membawa ke kehidupan yang berbeda. Kehidupan dimana hanya ada kebahagiaan tanpa penderitaan, menurut Lastri.

“Mau sampai kapan kamu menderita, menerima semua perlakuan mereka?”


 

Yuni, teman Lastri, sesama TKI mencoba menyadarkan Lastri bahwa masih ada orang yang membutuhkan dirinya, menyayanginya, dan menunggunya pulang. Selama Lastri bekerja di rumah majikannya tak pernah sekali pun Lastri digaji bahkan jika Lastri menanyakan perihal gajinya, justru siksaan yang didapatkan. Memilih untuk memilih, membutuhkan sebuah tekad dan keyakinan yang kuat. Dan Lastri sudah bertekad dengan keputusannya.

Semenjak itu, Yuni semakin jarang bertemu dengan Lastri yang kebetulan rumah majikan mereka berdekatan. Ada kegelisahan di hati Yuni, takut hal-hal yang tak diinginkan telah menimpa Lastri. Satu hari dua hari telah berlalu tanpa kabar dari Lastri. Yuni semakin bingung. Yuni mencoba mencari informasi pada sesama TKI tapi hasilnya nihil.

***

Lastri mengemasi semua barang-barangnya mencari waktu yang tepat untuk pergi dari rumah terkutuk itu. Rumah yang selama dua tahun Lastri bersihkan, Lastri rawat dan juga rumah yang membawa petaka bagi Lastri harus ditinggalkannya. Dengan hati-hati Lastri menyusuri lorong rumah majikannya. Sepi. Ternyata mereka semua belum pulang dari pesta. Ini kesempatan, batin Lastri. Namun saat Lastri mau melewati gerbang rumah itu, Lastri bertemu dengan majikannya. Tampak majikannya dalam keadaan mabuk berat.

“Hei Lasrti. Mau kemana kamu? Kenapa kamu bawa barang-barang banyak seperti itu?”

Lastri yang ketakutkan mencoba mencari alasan agar majikannya tak memarahinya dan tak mengetahui maksud kepergian Lastri.

“Eh, anu Tuan Nyonya. Lastri mau buang sampah ini ke depan.”

Lastri tahu kebohongannya ini tak masuk akal, bagaimana mungkin sebuah sampah dibungkus dengan tas baju dan koper. Tapi sepertinya majikan Lastri sedang bergembira malam itu karena membiarkan Lastri pergi begitu saja. Ah, ada kelegaan di hati Lastri. Lastri lolos dari rumah itu. Tapi semua itu hanya sesaat. Lastri tak tahu harus kemana. Lastri hanya ingin pulang.

“Tak mungkin aku minta bantuan Bu Candra, orang yang membawaku ke sini. Usahanya ilegal. Dan aku tahu yang dia kejar hanya uang dan uang. Kalau aku ke sana, aku bisa dibawa kembali ke sini.”

Ditengah kebimbangan Lastri ada seorang wanita ingin membantunya. Wanita tersebut memperkenalkan diri sebagai mami Yuke. Mami Yuke terlihat sangat baik, memberikan tumpangan tempat tinggal untuk Lastri bahkan akan membiayai semua kebutuhan Lastri. Kembali Lastri di hadapkan pada sebuah pilihan, menolak atau menerima bantuan mami Yuke.

***

Kini semua sudah terlambat. Lastri menyesali pilihannya. Pilihan yang membawanya ke kesengsaraan yang lebih. Bagai keluar dari mulut harimau dan masuk ke mulut singa. Alih-alih ingin membantu, mami Yuke ternyata memperjualkan Lastri kepada lelaki hidung belang yang hanya ingin menikmati kemolekan tubuh Lastri.

Ada kalanya saat kita merasa terperangkap, masuk dalam jepitan kehidupan. Ada baiknya kita mempertanyakan: “Apa yang harus kita lakukan agar kita mendapatkan kehidupan yang kita inginkan? Bagaimana caranya ke sana? Dan apa resikonya?”

Itulah yang Lastri pikirkan saat itu. Lastri pernah mencoba kabur dari sangkar emas itu tapi gagal. Lastri ketahuan saat akan memanjat jendela kamarnya dan membuat mami Yuke dan orang suruhannya menjaga Lastri lebih ketat lagi.

“Sudahlah Lastri. Turuti saja apa kata Mami dan Mami tak akan mengurungmu lagi. Kamu akan dapat uang banyak.”

“Ingat Lastri. Kamu sekarang di negeri orang tak ada yang bisa bantu kamu. Lagipula apa susahnya sih, kamu tinggal melayani mereka dan kamu akan dapat uang yang banyak.”

Kesekian kalinya mami Yuke memaksa Lastri untuk melakukan maksiat itu. Dan Lastri tetap pada pendiriannya untuk tak melakukannya.

“Aku lebih baik mati daripada aku harus menjadi pelacur.”

“Hah! Sok suci kamu Lastri. Memangnya kalau kamu mati, kamu bakal kaya. Ha ... ha ... ha ....”

Lastri tak peduli dengan ucapan mami Yuke, bagi Lastri kehormatannya adalah harta baginya dan akan dijaganya sampai akhir hayat.

“Lihat saja. Besok pasti kamu akan memohon-mohon padaku agar kamu bisa tidur dengan mereka.”

Mami Yuke keluar meninggalkan Lastri sendiri di kamar dalam keadaan tangan terikat. Sudah hampir dua hari Lastri terkurung. Ini membuat Lastri harus berpikir keras agar bisa keluar. Seketika terbesit dalam pikiran Lastri untuk melakukan hal itu. Benda itu pasti bisa membantuku keluar dari sini, pikir Lastri.

Dengan sekuat tenaga Lastri melompat-lompat mendekati benda itu dan menggeser benda itu hingga terjatuh. Kemudian Lastri mengambil benda itu dengan kedua kakinya. Lastri menghadapkan muka benda itu ke arahnya.

***

            Sementara itu, Yuni masih terus mencari informasi tentang temannya, Lastri. Tiap hari Yuni mencari kabar entah dari sesama TKI, radio, maupun koran. Hingga pagi tadi Yuni membaca sebuah koran yang memberitakan sebuah kejadian mengerikan hingga membuat Yuni lemas tak mempercayainya. Di koran itu terpampang tulisan besar berjudul: “Seorang warga Indonesia ditemukan tewas di tempat pelacuran. Dan seorang wanita telah ditangkap polisi karena memperjual belikan wanita penghibur.”

            Dari keterangan yang dibaca Yuni bahwa warga Indonesia yang dimaksud adalah temannya, Lastri, serta foto yang ada dalam koran itu jelas wajah milik Lastri. Lastri dinyatakan tewas di tempat ketika melakukan aksi bunuh diri dengan menjatuhkan dirinya ke lantai dimana di lantai tersebut terdapat pisau yang bagian tajamnya mengarah ke tubuh Lastri. Hingga saat itu, polisi masih mencari keterangan lain dalam kasus tersebut.

            Kini penderitaan Lastri benar-benar berakhir seperti apa yang diinginkannya. Dan kematiaan menjadi pilihan Lastri untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan resiko kehilangan semua orang-orang yang disayanginya di dunia ini. Namun apakah benar penderitaan Lastri sudah berakhir. Hanya Tuhanlah yang tahu semua itu.

***







0 komentar:

 

SisChaYanK Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea