Jumat, 22 November 2013

SENDIRI – Part #1

Diposting oleh Sischa Rinnanda Wibandari di Jumat, November 22, 2013
SENDIRI – Part #1
Ada beberapa alasan kenapa aku enggan mengajak teman bila berpergian. Aku lebih suka jalan sendiri-mungkin akan terlihat seperti orang hilang. Itu karena, seringkali aku mendapat penolakan bila mengajak teman untuk hangout. Dengan berbagai macam alasan meski aku tahu alasan mereka benar dan jujur tapi tetap menyakitkan buatku. Huft, apa aku orang yang tak asyik di ajak jalan?
Aku ingin seperti yang lain, bisa jalan rame-rame bersama teman. Berbagi cerita, tawa canda, bertukar pengalaman serta bernostalgia ria. Ah, alangkah menyenangkannya. Tak merasa kesepian lagi. Tapi semua itu pupus sudah ketika ku terima kata “maaf”. Kalian pasti sudah mengerti arti di balik kata itu. Ya, mereka tak bisa menemaniku.

Hanya saja aku tak boleh egois. Mungkin mereka sedang sibuk-waktu itu-dan benar-benar tak bisa menemani. Aku mencoba berpikir positif dan lain kali aku akan mengajaknya lagi-mungkin saja bisa. Kita punya kehidupan masing-masing, bukan?
Seiring aku terus berusaha mengajak mereka semakin sering aku mendapat penolakan bahkan di saat-saat penting, seperti sekarang ini. Aku mendapat undangan acara peresmian sebuah cafe. Nita, teman yang mengundangku ke acara tersebut sekaligus pemilik cafe. Sebenarnya aku enggan untuk datang karena cuma Nita teman yang aku kenal di acara itu. Bayangkan saja, kalian datang ke acara seorang teman dan hanya seorang diri. Sementara yang punya hajat adalah satu-satunya orang yang kalian kenal. Nita pasti sibuk menerima ratusan tamu.
“Tik, ikut aku ke acaranya temanku, Nita, ya?” pint            aku memelas.
“Maaf Din. Aku gak bisa nemenin kamu. Aku lagi repot. Anakku belum bisa aku tinggalin sama babysister” Ujar Tika, sahabatku, mengakhiri telepon.
Huft, percuma saja memaksa. Lagipula aku memakluminya, Tika baru saja melahirkan beberapa bulan lalu dan Zahra, anaknya, butuh asi eksklusif. Lalu, siapa lagi yang akan kumintai tolong. Perlahan ku memerhatikan tiap nama yang tertera di phonebook ponselku sambil mengira-ngira peluang diterima tidaknya ajakanku. Mungkin Dea bisa, pikirku.
“Maaf ya, Din. Besok aku lembur, banyak proyek yang harus aku kerjakan. Maaf ya.”
Lagi-lagi penolakan yang aku dapat. Huft, aku tertunduk lesu. Sahabat-sahabatku saja tak bisa menemaniku, bagaimana dengan teman yang lain. Tapi apa salahnya bila aku mencobanya. Toh, kita tidak akan tahu kesempatan-kesempatan itu ada bila kita tidak mencobanya, bukan. Kuketik sms ke beberapa teman dan send all. Tinggal menunggu balasan.
***
Segar sekali rasanya bermandikan busa sabun ditemani aroma terapi bunga lavender. Melunturkan kepenatan dari aktivitas seharian. Sejenak menghilangkan kecemasan akan berangkat sendiri ke acara tersebut. Ah, pasti ada satu teman yang mau menemaniku. Masa dari sekian banyak sms yang aku kirim tak ada satu pun yang nyantol, pikirku positif.
Kukeringkan badan dan mulai mengenakan gaun yang sudah aku persiapkan. Sembari bermake-up, aku mengecek ponselku. Kulihat ada gambar amplop tertera di layar ponselku disebelahnya tertulis angka 10. Itu artinya 10 sms masuk. Dengan secuil harapan, kubuka sms satu per satu. Tak pernah kubayangkan, ini balasan sms yang aku dapat. Tak ada satu pun yang bisa menemaniku dan aku menerima banyak ucapan maaf. Aku tak butuh kata maaf, aku hanya butuh seseorang, makiku dalam hati.
Tak ada gairah lagi untuk melanjutkan riasanku. Tak akan berpengaruh pada mood-ku. Tipis-tipis kupoleskan lipstik merah jambu di bibirku. Dan aku teringat seseorang. Kenapa aku tak mengajaknya saja sambil mengenalnya lebih dekat. Ini bisa jadi alasanku bisa pergi berdua dengannya. Dengan cepat kupencet nomor Reyhan, pria gebetanku.
“Hay, Rey.” Sapaku.
“Hay, Nadin. Tumben? Ada apa?” Tanya Reyhan.
“Kamu masih ingat Nita? Hari ini, dia meresmikan cafe barunya. Kamu bisa menemaniku?” Jelasku begitu antusias. Aku berharap sekali Reyhan bisa ikut pergi bersamaku.
Lama Reyhan tak menjawab. Semenit kemudian, Reyhan mengucapkan sesuatu dengan hati-hati dan pelan. Dari nada bicaranya, aku sudah bisa menebak apa jawabannya.
“Eh, sebenarnya aku ingin menemanimu. Tapi sebentar lagi, aku ada janji dengan klienku. Dan sekarang, aku sedang menuju perjalanan ke sana.”
“Maaf. Kalau saja, kamu menghubungiku 15 menit yang lalu, mungkin saja aku bisa membatalkannya” Lanjut Reyhan.
“Ouh ...” Jawabku kecewa. Dan tanpa pamit, aku tutup teleponnya.
Ah, sudah jelas. Aku akan berangkat seorang diri. Ya, sendiri lagi. Kutarik napas, kutahan sepersekian detik dan kubuang perlahan-lahan. Ini caraku merilekskan diri dan cukup efektif. Aku sedikit tenang.
Kulangkahkan kakiku menuju garasi. Kupacu montor maticku. Kunikmati setiap laju montorku. Kupandangi lampu-lampu penerangan jalan. Kulirik lalu lalang kendaraan yang menyalipku. Dan saat lampu merah, kutertegun melihat segerombolan cewek-cewek ABG sedang asyik ngobrol sambil menyantap hidangan di sebuah cafe. Aku tersenyum masam.
“Andai saja aku bisa seperti mereka.” Gumanku dalam hati.
Andai? Astaga, aku baru saja mengucapkan kata itu. Kata yang menunjukkan rasa tidak syukur. Tuhan, ampuni aku. Aku harus bersyukur apa pun yang terjadi bahkan di saat aku sendiri seperti ini. Bukan kah selama ini aku sendiri? Seharusnya tak ada yang perlu disesalkan. Aku bisa melewatinya. Sendiri bukanlah hal baru bagiku. Dan sendiri bukanlah hal yang membatasiku.
Di dalam kesendirian itu ada keindahan. Keindahan yang mungkin belum kamu sadari tapi pasti akan menampakkan keindahannya. Dan suatu hari nanti, kamu tak akan pernah menyesalinya. Boleh jadi, justru kamu mungkin saja akan membodohkan dirimu sendiri bila kamu terus meratapi kesendirianmu. Sendiri adalah kekuatan sesungguhnya dalam dirimu.
***

                                     

0 komentar:

 

SisChaYanK Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea